korban sweater bikin baper

"Man, eh elo kenapa?" tanya Fika sambil menepuk pundak Manda. Gadis itu terisak di sudut mushola, entah apa yang terjadi pada Amanda. Amanda adalah teman kerja Fika di resto Jepang.
 
"Gue diputusin sama cowok gue, katanya dia udah punya cewek baru yang jauh lebih menarik daripada gue," jawab Amanda dengan suara serak. Matanya yang sembab seakan menunjukkan jika ia sudah menangis cukup lama. Vika menatapnya sendu, teman kerjanya itu benar-benar terlihat menyedihkan.
 
"Cowok lu yang mana?" tanya Fika sambil memposisikan dirinya duduk di samping Amanda. "Lu nggak akan tahu kan, waktu gue bawa cowok gue jalan-jalan bareng anak-anak resto, lunya nggak bisa ikut," jawab Manda masih dengan isakan.
 
"Ya udah, lo yang sabar aja. Ngapain sih nangis gara-gara cowok? Manda lo itu cantik, pintar, dan salah satu kasir terbaik di resto ini. Ngapain lo nangisin cowok yang udah nyia-nyiain lo, apalagi dia ninggalin lo buat cewek lain?" Tepukan Fika di pundak Amanda membuat gadis itu sedikit terhibur. Benar apa yang dikatakan oleh Fika, tak seharusnya ia menangisi lelaki yang begitu mudahnya mencampakan dirinya.Gelapnya langit menyudahi jam kerja Fika di resto Jepang yang terletak di daerah Kelapa Gading. Vika menelusuri jalanan dengan motor Scoopy-nya. Pemandangan jalanan di kota terlihat indah ketika malam hari begini, karena banyak lampu-lampu bergemerlapan terpasang di pohon-pohon sepanjang jalan. Saat melintasi pertigaan, seorang pria yang mengendarai motor Ninja menyetir sambil asyik mengobrol dengan seseorang dari ujung telepon. Hingga ia tak memperhatikan ada Vika yang hendak melintas. Kekagokan antara kedua kendaraan, motor itu menyebabkan kecelakaan antara keduanya.
 
"Auuh," ringis Fika saat tubuhnya terguling di aspal dan bahunya membentur trotoar. Beberapa pengendara yang melihat kecelakaan itu membantu Vika dan juga si penunggang motor Ninja.
 
"Tanggung jawab, Mas! Lihat tuh, stang motor mbaknya sampai ringsek gini," seorang bapak-bapak mengangkat motor Scoopy Vika yang terguling di aspal.
 
"Iya, tenang aja, saya pasti tanggung jawab kok," ucap si pengendara motor Ninja sambil memposisikan motornya ke tepi jalan. "Mbak, ayo saya antar ke rumah sakit. Maaf saya, salah karena tadi nyetir sambil teleponan, tapi saya bakal tanggung jawab kok." Lelaki itu mengulurkan tangan kepada Vika yang masih terduduk di trotoar karena pusing.
 
"Kayaknya nggak perlu ke rumah sakit deh, Mas. Luka-luka saya nggak gitu parah kok. Tapi, saya minta antar ke rumah ya, soalnya stang motor saya kayaknya bengkok deh. Saya takut berkendara pakai motor ini," kata Vika.
 
"Oh, baik Mbak. Biar nanti saya telepon teman saya dulu supaya motor Mbak dibawa ke bengkel," jawab si pengendara motor Ninja.
 
Vika mengangguk. Beberapa saat kemudian, teman si pengendara motor Ninja yang ternyata bernama Gabriel itu akhirnya datang dan membawa motor Scoopy Vika ke bengkel, sedangkan Gabriel mengantar Vika pulang ke rumahnya.Di sebuah bengkel, Vika memperhatikan motor Scoopy berwarna pink miliknya yang sudah terlihat mulus tanpa goresan. "Mas, ini motor saya beneran aman kan kalau saya pakai bepergian?" tanyanya pada sang montir.
 
"Aman, Mbak. Semuanya udah saya beresin, tenang aja, Fik. Ini bengkel langganan keluarga gue, udah pasti aman deh," timpal Gabriel. Vika sedikit menghembuskan nafas lega, apalagi Gabriel bukan hanya memperbaiki motornya, ia juga memberikan uang ganti rugi atas kecelakaan beberapa hari yang lalu.
 
"Tapi, untuk mastiin, gimana kalau aku yang coba nyetir?" tawar Gabriel yang membuat Vika langsung mendongak menatap lelaki yang mengenakan sweater berwarna biru navy dengan jeans berwarna hitam di hadapannya.
 
"Kalau elo yang nyetir terus motor lo gimana? Itu mah gampang kali, Vik. Gue bisa nitip motor gue di sini," jawab Gabriel santai untuk menepis kekhawatiran akan keamanan motornya. Akhirnya, Vika pun menerima tawaran Gabriel. Tetapi Gabriel tidak langsung mengantarkan Vika ke tempat tujuannya, melainkan mengajak Vika jalan-jalan terlebih dahulu. Mereka mencoba seafood pinggir jalan yang cukup menarik karena dipenuhi pengunjung. Keduanya menghabiskan waktu dengan makan bersama sembari bercengkrama di tempat itu, sebelum akhirnya Gabriel mengantarkan Vika pulang.
 
"Yaahh, hujan!" teriak Vika dari boncengan saat keduanya dalam perjalanan ke rumah Vika.
 
"Kita neduh dulu ya, Fik," Gabriel menghentikan laju motornya di depan sebuah cafe dan mengajak Vika masuk ke dalam. Tubuh Fika menggigil karena bajunya yang sedikit basah semakin terasa dingin ketika memasuki ruangan cafe yang ber-AC.
 
"Nih, lo pakai sweater gue ya," Gabriel melepaskan sweaternya dan memakaikannya kepada Vika. Vika ingin menolak, tapi ia sadar ia membutuhkan sweater itu. Keduanya pun menunggu hujan reda sembari meminum kopi americano di cafe tersebut. Gemricik suara hujan di luar sana dan kehangatan sweater yang dipinjamkan Gabriel, entah mengapa menghadirkan perasaan bahagia di hati Vika. Apalagi saat tak sengaja menatap Gabriel, rupanya Gabriel juga tengah memandangi dirinya.Semenjak hari itu, Vika dan Gabriel semakin dekat. Bahkan, Gabriel telah menyatakan cinta kepada Fika. Vika yang tak pernah pacaran sebelumnya menerima cinta Gabriel, karena menganggap jika Gabriel adalah lelaki yang baik dan bertanggung jawab.
 
Ting! Notifikasi di ponsel Vika berbunyi. Terlihat di sana Gabriel mengirimi pesan yang berisi:
 
"Sayang, aku boleh ambil nggak sweater yang waktu itu aku pinjemin? Soalnya itu sweater kesayangan aku."
 
Ada sedikit rasa kesal di benak Fika. Mengapa Gabriel sampai menagih sweaternya? Padahal sweater itulah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya rasa cinta di hati Vika pada Gabriel. Tapi kini kekasihnya itu telah meminta kembali sweaternya, membuat Vika jadi bertanya-tanya. Apakah sweater itu jauh lebih berharga dari dirinya?
 
"Boleh, nanti siang kamu temuin aku aja di cafe Galaxy. Sekalian aku mau kenalin kamu sama temen-temen aku," balas Vika.
 
Meski dengan kesal, pesan itu pun akhirnya terkirim."Vika, Intan, ih kentang goreng gue! Muka imut," Amanda terlihat sedikit jutek saat menarik piring kentang goreng miliknya yang tinggal setengah, karena dicemili oleh Fika dan Intan.
 
"Pelit banget sih lu, Man. Habis gue kurang suka sama salad pesanan gue," protes Intan karena keasyikannya yang menyemil kentang goreng harus terhenti. Intan adalah teman Fika dan juga Manda. Ketiganya bertemu di tempat kerja, yaitu resto Jepang. Namun, Intan hanya bekerja di resto itu selama 3 bulan saja, karena ia harus melanjutkan kuliah. Dan ketiganya baru bisa berkumpul kembali saat kesibukan mereka sedang lenggang.
 
"Iya, Man. Gue juga kurang suka nih sama cupcake-nya. Manis banget," timpal Fika.
 
"Bodo amat, suruh siapa kalian nggak pesen kentang goreng kayak gue," ledek Amanda. Ia merasa menang karena diantara kedua temannya, menu pilihan Amanda yang memuaskan.
 
Alih-alih tersinggung dengan perkataan Amanda, baik Fika maupun Intan, keduanya malah justru memesan banyak menu. Sedangkan Amanda, yang memang tergolong cewek yang suka jajan, pun tak kalah memborong menu hingga meja mereka dipenuhi dengan berbagai makanan dan minuman.
 
"Sayang!" Vika sedikit berteriak sembari melambaikan tangan ke arah Gabriel ketika sudut matanya melihat sang kekasih memasuki cafe.
 
"Hai, beb. Kamu bawakan sweater aku?" sahut Gabriel yang sudah mendekati Vika. Vika langsung mengeluarkan paper bag dari kolong meja. Namun, paper bag itu hampir terjatuh karena tangan Fika tak sengaja menyenggol kepala Amanda yang tengah asyik mengangkat telepon dari kakaknya. Amanda buru-buru menangkap sweater yang merosot dari dalam paper bag.
 
"Sweater ini," gumam Amanda kemudian mendongak menoleh ke arah Gabriel. Pasang mata mereka bertemu, menciptakan keterkejutan di antara keduanya.
 
"Elo, elo," ucap keduanya, saling menunjuk.
 
"Elo, ngapain di sini? Mana tuh cewek baru lo, yang lo bela-belain sampai mutusin gue?" semprot Manda nyolot.
 
Gabriel tergugup. Tak menyangka jika Manda, sang mantan, sedang bersama Vika.
 
"Apa-apaan nih? Kalian saling kenal?" tanya Fika.
 
"Jelas aja kita saling kenal. Dia cowok yang udah mutusin gue demi cewek barunya… Dan sweater ini, jadi saksi waktu Gabriel nembak gue dulu. Karena gue kedinginan pas kita jalan di pantai," ungkap Manda sambil membeber sweater biru dongker dengan hiasan tulisan Mandarin.
 
"Benar itu, sayang," Fika mencoba memastikan karena Gabriel sedari tadi hanya terdiam.
 
"Enggak, sayang, semua itu nggak benar. Aku nggak kenal sama dia," Gabriel menunjuk Fika.
 
Intan, yang baru habis dari kamar mandi, terkejut melihat sweater yang ia kenali sedang dipegang oleh Manda.
 
"Sweater itu!" seru Intan sambil merebutnya dari tangan Manda.
 
Gabriel, yang mendengar suara yang tak asing baginya, langsung menoleh ke arah Intan. Intan, yang melihat Gabriel, sontak berkata, "Sayang, kok kamu ada di sini sih? Katanya kamu ada jadwal balap motor?"
 
"Hah, lo kenal juga sama dia, Tan?" tanya Fika.
 
"Kenal lah, ini cowok gue. Kita baru balikan dua hari yang lalu dan sweater ini, sweater yang pernah gue hadiahin ke dia, sebelum kita putus dulu," papar Intan. "Emang dasar lu Playboy cap sweater! Sekarang ngaku deh, lu nggak usah ngelak lagi, apalagi pura-pura nggak kenal sama gue. Gue masih simpan semua, foto-foto kita berdua. Jadi, ini alasan lo dulu nggak mau publikasikan hubungan kita? Karena lu Playboy cap sweater yang bikin cewek-cewek baper, gara-gara lo pinjemin sweater!" maki Manda, mulutnya seperti mobil tanpa rem yang lancar tanpa hambatan.
 
"Dasar Playboy! Mulai sekarang kita putus!" teriak Fika.
 
"Gue juga mau putus, ogah gue balikan sama lo! Gue pikir lu udah berubah," timpal Intan.
 
"Duh, beb, jangan putusin gue dong," mohon Gabriel karena ketiga perempuan itu sudah beranjak meninggalkan Gabriel.
 
Kemudian, ketiganya menoleh.
 
"Beb yang mana, sayang? Yang mana?" sahut Intan dan Vika bergantian.
 
"Nah loh, yang mana?" tanya Manda.
 
Jika Fika dan Intan ibarat kompor, maka Manda hadir sebagai pemantik di antara mereka. Ketiganya saling melengkapi untuk membasmi hama si Playboy cap sweater.
 
"Yang mana aja deh, eh maksud gue..." Gabriel menutup mulutnya karena keceplosan.
 
"Emang dasar lo Playboy cap sweater yang cuma bisa bikin cewek baper. Kayaknya lu perlu dikasih pelajaran deh," seru Fika.
 
"Bener, Fik. Gue juga mau kasih pelajaran sama nih Playboy," Vika dan Intan kembali mendekat ke arah Gabriel.
 
"Man, lo tau kan tugas lo ngapain?" seru Vika, seakan ada percakapan telepati diantara ketiga sahabat itu.
 
Manda pun menjentikkan jari. "Tahu dong," ucapnya, kemudian langsung mencekal tangan Gabriel.
 
Gabriel berontak, namun dengan sigap Intan membantu Manda mencekal tangan lelaki itu.  Seluruh pergerakan kedua tangan Gabriel telah terkunci karena Manda, cewek dengan wajah imut itu, telah mengerahkan jurus mengunci pergerakan lawan yang pernah diajarkan ayahnya yang adalah seorang perwira dengan kemampuan bela diri yang cukup mumpuni.

Sedangkan Vika, dengan senang, menuangkan saus ke atas cupcake, lalu menambahkannya dengan mayones, kecap, cuka, sambel. Semuanya diaduk-aduk menjadi satu bersama yogurt dan jus alpukat, dan walah, jadilah menu spesial untuk Playboy yang satu ini," senyuman lebar menghiasi wajah cantik Fika.
 
"Sayang, please, jangan lakuin ini!" Gabriel menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Vika mulai mengaduk-ngaduk racikan yang sungguh menyeramkan di hadapan Gabriel.
 
"Eh, ini enak loh. Ini tuh kayak perasaan kita yang udah lu bikin baper, habis itu lo sakitin terus lo tinggalin. Nah, kayak gini rasanya. Ada manis-manisnya, ada pedes-pedesnya, ada asem-asemnya bercampur aduk menjadi satu hingga menjadi kesatuan rasa apa namanya, ladies?" Vika menggantung ucapannya dan langsung disambut oleh Manda dan Intan.
 
"Enek, alias empeeeet!" kekompakan tiga sahabat itu memang tidak perlu diragukan lagi, 100% lulus training langsung teken kontrak sebagai sahabat.
 
"Ayo aaa, sayang, buka mulutnya..." Fika mengambil satu sendok besar dan mulai mendekatinya ke mulut Gabriel. Gabriel tetap menggeleng hingga tangan kiri Vika memegangi dagu Gabriel dan menyuapi lelaki itu dengan racikan spesialnya, meskipun dengan paksaan.
 
"eh, nggak boleh dilepeh ya," seruh Fika yang sudah seperti emak-emak. Mata Gabriel membulat merasakan racikan Vika yang rasanya nano-nano. Aksi ketiga sahabat itu ditonton oleh pengunjung cafe yang alih-alih melerai, justru mendukung aksi ketiga wanita itu.
 
Dan begitulah akhir kisah si Playboy sweater, dan PCM. Perempuan cucah move on, ehh, salah! Maksudnya, perempuan cetengah macan. Duuh, salah lagi! Maksudnya, persatuan cewek menggalau.
Tamat.
Marisda elsawati, Bandung, prabu 29 Januari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

amanah di ujung maut

Ketika emosi mendahului logika

jejakmu dalam karya